Pengurus RT hidup lebih Indah dan lebih nyaman dengan RTPINTAR.
Baca panduan disini http://bit.ly/rtpintar-guide
Download disini untuk pengguna iOS/iPhone : https://itunes.apple.com/us/app/rtpintar/id1458259481?mt=8
Download disini untuk pengguna Android : https://play.google.com/store/apps/details?id=com.rt_pintar
Dusun Krapyak, Desa Sidoarum, Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta adalah dusun yang tenang dan damai. Masyarakatnya ramah-ramah. Gadisnya cantik-cantik. Cowoknya ganteng-ganteng. Banyak dari mereka yang kemudian saling mencintai dan akhirnya menikah. Mereka lalu dikaruniai anak yang di dalam tubuh anak itu mengalir 100 persen darah Krapyak.Di Dusun Krapyak ini pula terdapat banyak sekali perkumpulan. Di antaranya, perkumpulan bapak-bapak Minggu pon, perkumpulan bapak-bapak RT, perkumpulan bapak-bapak ronda, perkumpulan arisan ibu-ibu PKK, perkumpulan ibu-ibu dasawisma, perkumpulan muda-mudi karang taruna, perkumpulan muda-mudi masjid, perkumpulan paguyuban Sayuk Karyo, perkumpulan ibu-ibu lansia Whreda Arum, perkumpulan ibu-ibu PAUL, dan masih banyak lagi perkumpulan lainnya.Namun walau berada dalam perkumpulan yang berbeda-beda, warga Dusun Krapyak hidup rukun, damai, sentosa. Sejauh pengamatan penulis, tidak pernah ada friksi atau pertengkaran antar perkumpulan di dusun itu. Masing-masing bisa saling menghargai satu sama lain. Walau berbeda-beda tapi tetap satu.
Pergantian Kekuasaan
Wilayah Dusun Krapyak terbagi atas satu rukun warga (RW 017) yang di dalamnya terdapat dua rukun tetangga, yaitu RT 004 dan RT 005. Tiap RT dan RW memiliki ketua dan susunan pengurusnya masing-masing. Sebelum tahun 2014, tiap kepengurusan RT/RW menjabat selama dua tahun dalam satu periode jabatan. Baru setelah tahun 2014, masa kepengurusannya diperpanjang menjadi lima tahun pada satu periode jabatan. Masalahnya, sudah lewat 5 tahun ketua RT dan RW di Dusun Krapyak belum juga diganti. Hal ini memunculkan keresahan pada warga, terutama bagi para pengurus RT/RW yang tak kunjung mendapat kepastian kapan masa jabatan mereka akan berakhir. Sebenarnya tak banyak agenda tahunan di Dusun Krapyak. Hanya saja di tahun 2019 ini banyak acara digelar. Tercatat ada lima hajatan manten yang digelar di tahun ini di mana para warga harus bahu-membahu menjadi wedding organizer secara sukarela. Belum lagi ada acara-acara rutin tahunan seperti Perayaan Idul Fitri, Idul Adha, acara 17-Agustus, dan ada pula proyek pembuatan papan koran yang prosesnya memakan waktu hampir dua bulan.Dan jangan lupa, di tahun ini juga ada agenda besar pemilu presiden dan legislatif yang begitu menguras energi, khususnya bagi mereka yang ikut menjadi tim sukses dan petugas TPS. Dan menjelang akhir tahun saat pergantian pengurus RT/RW yang baru sudah begitu darurat untuk dilaksanakan, Dusun Krapyak malah harus rela terpilih kembali menjadi tuan rumah Turnamen Voli Pekan Olah Raga Desa.Setelah mengalami begitu banyak penundaan, akhirnya pemilihan dapat dilaksanakan pada tanggal 10 November 2019. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, pemilihan pengurus RT/RW pada kesempatan kali ini dilakukan secara terbuka. Muda-mudi karang taruna ditunjuk menjadi panitia pemilihan.
Pemuda Sebagai Panitia Pemilihan
Penunjukkan mereka dalam kepanitiaan pemilihan kali ini bukan tanpa maksud, bukan pula karena pengurus RT/RW sudah tidak bertanggung jawab lagi mengingat masa tugas mereka yang sudah habis secara de jure. Melainkan sebagai wadah belajar bagi muda-mudi karang taruna karena kelak, kalau sistem politik di Indonesia belum berubah, merekalah yang akan menjadi panitia pemilihan umum baik untuk Pilkada maupun Pemilu. Selain itu pemuda dinilai menjadi pihak yang netral. Masih awam dari apa yang disebut sebagai “kepentingan politik”.Namun mengumpulkan para anggota muda-mudi karang taruna pada era milenial ini bukanlah hal yang mudah. Banyak dari mereka yang harus sibuk mencari nafkah demi keluarga. Selain itu mereka yang mahasiswa disibukkan dengan banyaknya tugas-tugas kuliah yang membuat mereka sampai harus pulang larut malam. Hal inilah yang dikeluhkan Gunawan, ketua panitia.“Sebenarnya semua pemuda di sini itu panitia. Tapi kesadaran mereka kurang. Karena mereka kurang aktif, jadi panitianya ya itu-itu saja. Wajah-wajah lama,” kata Gunawan ketika diwawancara. Selain karena faktor banyak muda-mudi yang kurang aktif, persiapan acaranya begitu mepet. Walhasil, kepanitiaan yang anggotanya itu-itu saja harus dipaksa bekerja ekstra keras. Proses kerja panitia dimulai dengan memilih para calon. Dalam proses ini, panitia mendengar masukan dari para sesepuh Dusun Krapyak. Masukan juga diminta dari kepengurusan RT dan RW. Setelah itu barulah panitia mulai menetapkan calon.Namun tidak semua calon yang diajukan panitia bersedia menjadi ketua RT maupun RW. Dalam sebuah rapat di rumah Gunawan yang menghadirkan para calon ketua RT dan RW dan juga sesepuh desa, ada dua calon ketua RT yang mengundurkan diri. Mereka merasa belum siap untuk menjadi pemimpin bagi warganya.Menolak Jabatan
Lantas apa hal utama yang membuat mereka tidak siap untuk menerima jabatan itu? Banyak orang mengejar jabatan, namun mengapa mereka justru menolaknya? Dalam Permendagri Nomor 5 tahun 2007, dikatakan bahwa RT dan RW merupakan lembaga yang bekerja membantu pemerintah desa untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan. Tugas RT/RW diantara lain:1. Pendataan kependudukan dan pelayanan administrasi pemerintahan lainnya.2. Pemeliharaan keamanan, ketertiban, dan kerukunan hidup antar warga.3. Pembuatan gagasan dalam pelaksanaan pembangunan dengan mengembangkan aspirasi dan swadaya murni masyarakat.4. Penggerak swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat di wilayahnya. Seorang ketua RW bertugas untuk menyusun rencana pembangunan jangka menengah desa dalam jangka waktu 5 tahun ke depan di wilayahnya. Rencana pembangunan yang telah disusun itu kemudian diajukan melalui dukuh, kemudian dukuh mengajukannya ke lurah. Ketua RW itu kemudian mengawasi pembangunan-pembangunan yang telah direncanakan. Rencana pembangunan itu tiap tahunnya diadakan evaluasi, mana yang berjalan, mana pula yang tidak. Selama lima tahun menjabat sebagai ketua RW di Dusun Krapyak, Anung Nugroho tidak pernah mengalami kendala yang berarti. Dia merasa selama ini hubungannya dengan warga terjalin dengan baik tanpa ada yang pernah melakukan protes ke dia.Sebenarnya, Anung sendiri dulunya tidak bersedia ditunjuk sebagai ketua RW. Bahkan dia sampai sengaja tidak hadir di perkumpulan agar namanya tidak terpilih. Namun akhirnya dia tetap terpilih. Anung hanya bisa pasrah. Dalam praktiknya, tugas ketua RW terkesan lebih ringan karena hanya sebagai jembatan antara RT dan Dukuh/Lurah. Berbeda dengan ketua RT yang langsung menyentuh permasalahan warga. Kustajab, Ketua RT 004 di Dusun Krapyak, mengatakan bahwa tugas seorang Ketua RT adalah menampung aspirasi warga. Setelah dikumpulkan, aspirasi itu dikembalikan lagi ke warga apakah sepakat untuk mengeksekusinya atau tidak.“Aspirasi itu dikumpulkan pada saat rapat RT. Misal, ada usulan untuk membuat lampu jalan yang anggarannya butuh Rp 22 juta. Di sana warga mengadakan musyawarah, setelah itu dilakukan voting. Ternyata banyak yang setuju. Lalu dalam pembuatannya digunakan anggaran desa dari RW sebanyak 2 juta. Dua puluh juta lainnya diambil dari uang iuran bagi mereka yang tidak bisa ikut ronda. Tiap rumah dikenakan Rp 30 ribu per bulan. Jadi total per bulannya bisa terkumpul Rp 600 ribu,” terang Kustajab. Sementara itu, ketua RT 005 Dusun Krapyak, Darmo Sukardjo telah menjadi Ketua RT sejak Oktober 2003. “Jadi ketua RT itu ada tiga syaratnya.
Pertama, tidak boleh membedakan ini dan itu. semua harus bisa dirangkul.
Kedua, harus kerja yang ikhlas dan sabar.
Ketiga, harus siap tombok, terutama kalau harus menyediakan konsumsi waktu ada kerja bakti,” jelas Darmo.Darmo setuju kalau tugas Ketua RT itu lebih berat daripada Ketua RW. Sebagai Ketua RT, dia bertanggung jawab atas keamanan wilayah kependudukan yang dipimpinnya. Untuk itulah ia sering berkeliling kampung saat malam hari. Di sana kadang ia menemukan warganya yang melanggar jam malam. Di situlah seorang ketua RT berhak untuk memberi teguran. “Jadi RT harus tegas dan berani sama semua warganya. Kalau enggak tegas nanti bisa kisruh,” ujar pria yang sehari-hari bekerja sebagai petani itu. Pernah suatu hari Darmo kaget saat tiba-tiba ia mendapat kabar ada gerombolan orang-orang berpedang mendatangi salah satu rumah di wilayah RT 05. Gerombolan itu dari pemuda FPI yang beranggotakan 100 orang. Mereka hendak merazia sebuah rumah yang diduga menjadi pusat kegiatan sebuah aliran sesat. Karena kejadian itu, penghuni rumah yang jumlahnya 4 orang ia suruh angkat kaki dari Krapyak.Itulah salah satu pengalaman yang tak terlupakan bagi Darmo saat ia menjabat sebagai ketua RT. Kini, setelah 16 tahun menjalani tugas, ia sudah tidak mau diajukan lagi untuk menjadi ketua RT untuk periode selanjutnya. “Saya sudah tua. Ganti saja dengan yang masih muda. Nanti kalau butuh nasihat saya akan beri, tapi kalau tidak ya sudah. Saya akan terus memantau,” kata Darmo memberi alasan. Walau mengemban tanggung jawab yang begitu besar terutama kalau terjadi apa-apa pada warga di wilayahnya, tidak ada imbalan khusus bagi ketua RT maupun RW di Dusun Krapyak. Pekerjaan menjadi ketua RT/RW lebih merupakan suatu pengabdian. “Gaji RT dan RW itu tidak ada. Paling hanya tunjangan hari raya dari kelurahan sebesar 400 ribu dan juga talih asih dari warga setiap akhir tahun sebesar 500 ribu,” kata Anung.
Bakso Gratis di Pemilu
Hari Minggu, 10 November 2019 bertepatan dengan hari pahlawan. Namun bagi warga Krapyak, hari itu adalah hari di mana mereka akan menentukan siapa pemimpin mereka di tingkat RT/RW. TPS telah dibuka sejak pukul 9 pagi. Para warga berbondong-bondong menuju TPS. Baik itu tua ataupun muda, mereka terlihat antusias untuk ikut serta dalam pesta demokrasi kecil-kecilan itu. Apalagi panitia akan memberikan bakso gratis bagi 100 pemilih pertama. Para warga memilih ketua RT/RW sesuai kriteria masing-masing.Ponijo misalnya, dia memilih calon ketua RT yang bersedia berkorban. “Dia itu tidak milih-milih dalam melayani warga. Misal kalau ada warga yang minta pertolongan langsung dilayani. Bukan mendahulukan warga yang dekat dengan dia terlebih dahulu,” jelas Ponijo.Sementara itu Mujiono, memilih calon yang kiranya bisa mengerti warga. “Seperti ketua RT yang sekarang. Semua usulan warga ia tampung, intinya dia bisa menerima segala aspirasi warga. Tidak memaksakan kehendaknya sendiri,” kata Mujiono.Lain halnya dengan Neni Ridarineni. Dia memilih calon ketua RW yang kualitas agamanya baik dan tidak mudah tersulut emosi.Pemilihan itu kemudian ditutup pukul 5 sore. Dari total 244 warga RT 004 yang diundang, 197 di antaranya hadir ke TPS untuk memberikan suaranya. Sementara untuk warga RT 005, dari 320 warga yang diundang 230 di antaranya hadir untuk memberikan suaranya. Penghitungan suara langsung dilakukan di TPS itu juga begitu pemilihan ditutup. Warga Krapyak begitu antusias untuk datang langsung menyaksikan proses penghitungan suara. Untuk warga yang tidak datang ke TPS sebenarnya masih bisa mendengarkan proses penghitungannya melalui pengeras suara yang dipasang di TPS. Namun mereka yang datang ke TPS ingin menyaksikan langsung proses penghitungan bersama warga lainnya. Proses penghitungan baru rampung sekitar pukul 8 malam. Para ketua RT/RW yang terpilih dipersilakan untuk memberikan pidato kemenangan. Wardoyo terpilih menjadi ketua RW 017 menggantikan Anung. Dalam pidatonya pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang reparasi sepatu itu menyampaikan bahwa ia siap untuk melaksanakan program-program masyarakat baik yang masih terpendam ataupun yang tengah berjalan. Salah satu program yang ia janjikan itu adalah pembangunan gedung Balai RW 017 sebagai pusat kegiatan warga. Sementara itu Budi Mulyono, Ketua RT 005 terpilih, menyampaikan bahwa sebagai ketua RT ia harus siap-siap remuk, karena mengayomi orang banyak itu tidak gampang. Oleh karena itu ia meminta pada masyarakat untuk bersedia diajak bekerja sama. “Kalau apa-apa ditanggung sama RT-nya saja, ya remuk. Tapi kalau ditanggung bersama-sama, bisa jadi kuat,” kata Budi Mulyono dalam pidatonya. Pesta demokrasi itu berakhir usai Warga Krapyak memberikan tepuk tangan untuk menyambut para pemimpin mereka yang baru. Terlepas dari adanya pihak yang menang dan ada pula yang kalah, ajang pemilihan ini menunjukkan bahwa budaya demokrasi terpelihara di ranah akar rumput. Ajang ini juga menjadi sarana latihan pada warga agar semakin dewasa dalam menyikapi suatu hasil pemilihan, bukannya malah tidak terima dan bikin rusuh di jalan-jalan. (Agam Shani Rasyid / YK-1)